Oleh: Feri Ilhamni, S.Ud,. MA.
(Dosen Filsafat STAI Tapaktuan).
Tulisan yang dipublikasikan tersebut patut diapresiasi sebagai bentuk kontrol publik yang sehat terhadap jalannya pemerintahan daerah. Dari perspektif akademik, evaluasi kinerja pemerintah, meski dalam rentang waktu yang masih relatif pendek lima bulan tetap penting untuk memastikan roda pemerintahan berada di jalur visi-misi yang telah dicanangkan.
Secara normatif, lima bulan bukanlah waktu yang cukup untuk melihat hasil-hasil pembangunan yang bersifat struktural dan jangka panjang, tetapi cukup untuk mengukur arah kebijakan, kapasitas manajerial, dan sinyal-sinyal komitmen terhadap janji politik.
Dalam hal ini, pemerintahan H. Mirwan dan Baital Mukadis sudah menunjukkan sejumlah langkah positif yang perlu diapresiasi, misalnya peluncuran beberapa program kerja (Gerakan Magrib Mengaji, Bajak Sawah Gratis, BLUD Puskesmas, Rumah Singgah, dan lobi bantuan pusat). Program-program ini relevan dengan kebutuhan lokal dan menunjukkan keberanian eksekutif untuk memulai terobosan di tengah keterbatasan anggaran.
Namun demikian, catatan kritis publik terkait isu-isu seperti dugaan pelanggaran aturan pada pengangkatan pejabat BUMD, penunjukan dewan pengawas Baitul Mal, serta atmosfer birokrasi yang “lesu” akibat isu mutasi, perlu dijawab secara transparan oleh pemerintah daerah.
Secara teoritis, kebijakan publik yang tidak dikomunikasikan dengan baik dan tidak berbasis pada prinsip tata kelola yang baik (good governance: akuntabilitas, transparansi, partisipasi, kepatuhan hukum) justru akan menurunkan legitimasi pemerintahan itu sendiri.
Bagi pemerintahan MANIS, periode lima bulan ini sebaiknya dilihat sebagai fase konsolidasi internal, dengan prioritas pada dua hal.
Pertama,perbaikan manajemen birokrasi daerah, melalui penempatan SDM yang profesional dan berbasis merit sistem, untuk mengembalikan semangat kerja aparatur.
Kedua,penguatan legitimasi publik, dengan memastikan bahwa setiap kebijakan strategis diambil dengan memperhatikan aspek legalitas, aspirasi masyarakat, dan asas keadilan.
Sebagai akademisi, saya berharap pemerintah daerah lebih terbuka terhadap masukan publik, melibatkan pemangku kepentingan dalam perumusan kebijakan, serta menjadikan evaluasi 5 bulan ini sebagai bahan refleksi, bukan sekadar pencitraan.
Jika dilakukan dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, maka visi Aceh Selatan Maju dan Produktif bukanlah sekadar slogan, melainkan cita-cita yang dapat diraih secara bertahap.[]
