Oleh: Karnita Sartina, MA
(Dosen STAI Tapaktuan Aceh Selatan)
Setiap akhir tahun ajaran di madrasah, sekolah, atau dayah di Aceh Selatan menyisakan berbagai perasaan lega karena telah melewati tugas, haru karena akan berpisah sementara dengan siswa, dan semangat karena akan menyambut masa baru.Namun, bagi para guru sejati, akhir tahun ajaran bukanlah akhir perjuangan, melainkan awal dari perenungan, pembelajaran, dan pembaruan diri.
Guru di Negeri Pala: Mengabdi dengan Cinta di Tengah Tantangan
Sebagai bagian dari wilayah yang sarat dengan nilai-nilai keislaman dan adat istiadat, guru di Aceh Selatan bukan hanya mengajar, tetapi juga mendidik dengan hati. Di pelosok Kluet Raya, di pesisir Labuhan Haji, hingga ke pedalaman Trumon, para guru tetap menjalankan tugas dengan penuh dedikasi, bahkan ketika harus menghadapi keterbatasan sarana, jarak tempuh, dan kendala sosial.
Namun semua itu tidak menyurutkan semangat. Justru di balik keterbatasan itu, tumbuh ketulusan yang luar biasa. Mereka bukan hanya mengajar demi menggugurkan kewajiban, tapi menghidupkan nilai-nilai Islam, budaya lokal, dan cinta tanah air pada setiap anak didik.
Akhir Tahun: Momentum Refleksi dan Inovasi
Akhir tahun ajaran adalah waktu yang tepat untuk merenung bersama: Apakah kita sudah maksimal dalam mendampingi anak-anak kita? Sudahkah pendekatan kita sesuai dengan karakter zaman? Sudahkah kita membentuk siswa yang tidak hanya cerdas, tetapi juga santun, jujur, dan bertanggung jawab?
Refleksi ini penting agar pendidikan kita tidak berjalan di tempat. Sebab tantangan ke depan kian kompleks: dari dampak digitalisasi, degradasi moral, hingga tantangan literasi dan kekerasan anak. Maka guru Aceh Selatan harus terus belajar, berinovasi, dan membuka diri terhadap perubahan zaman, tanpa kehilangan akar nilai-nilai lokal dan keislaman.
Membangun Generasi Aceh Selatan yang Tangguh
Kita patut bersyukur, banyak alumni madrasah dan sekolah di Aceh Selatan yang hari ini telah berhasil: menjadi pemimpin daerah, ulama muda, pengusaha, akademisi, dan aktivis sosial. Mereka semua adalah buah dari tangan-tangan guru yang ikhlas.
Namun perjuangan belum selesai. Tugas kita hari ini adalah mempersiapkan generasi Aceh Selatan yang lebih kuat, lebih cerdas, dan lebih bermoral. Itu hanya mungkin jika para guru tidak berhenti bermimpi, tidak berhenti belajar, dan tidak berhenti menyalakan semangat.
Penutup: Guru Adalah Pelita Aceh Selatan
Akhir tahun ajaran bukan tanda titik, tetapi koma. Saatnya guru merefleksi bukan untuk menyesali, tetapi untuk menata kembali. Karena bangsa ini, dan khususnya Aceh Selatan, masih sangat membutuhkan guru-guru yang tak hanya mengajar di kelas, tetapi juga hadir dalam nurani masyarakat.
Mari kita jadikan jeda ini sebagai ruang untuk menyusun langkah baru, menyemai harapan baru, dan menjadi lebih hebat di tahun ajaran mendatang. Sebab, Aceh Selatan akan maju jika gurunya terus berinovasi,berkreasi,dan mengerti teori diferensiasi, dan bisa mengamalkan teori tazkiyatunnafsi untuk merubah diri.
Penulis Merupakan Wakil Ketua I (Bidang Akademik) STAI Tapaktuan Aceh Selatan, dan juga Kepala Madrasah Aliyah Jabal Rahmah, Tapaktuan,Aceh Selatan