ASPIRATIF — Kisruh antara warga dengan Kelompok Tani Delong Durung beberapa waktu lalu mendapat sorotan publik di Kabupaten Aceh Selatan. Pasalnya,kekisruhan yang diduga akibat perambahan hutan adat itu hingga kini belum ada titik temu.
Padahal, ketua Kelompok Tani Delong Durung telah membantah pihaknya tidak melakukan perambahan hutan adat,melainkan lahan yang digarap tersebut berada dalam kawasan Areal Penggunaan Lain (APL).
Tidak hanya itu, Nasrullah juga menyebutkan bahwa pihaknya juga telah memperoleh rekomendasi dari aparatur gampong dan KPH Wilayah VI Aceh.
Pengamat Kebijakan Publik yang juga Koordinator For-Pas Teuku Sukandi dalam rilis yang diterima redaksi Aspiratif,Minggu 27 Juli 2025 mengatakan bahwa pasal 1 ayat 1 UUD 1945 berbunyi Negara Indonesia berbentuk Republik.
Menurut Sukandi, secara harfiah Republik bermakna negara ini dibentuk atas kepentingan orang banyak maka dalam perkara apapun di Republik ini mesti mendahulukan kepentingan orang banyak dengan tidak mengabaikan kepentingan kelompok dan kepentingan setiap warga negaranya.
“Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan Gampong Durian Kawan Kecamatan Kluet Timur telah menetapkan Kawasan Hutan adat di wilayah hukumnya seluas 290 hektare,” kata Teuku Sukandi.
Lebih lanjut, Sukandi menjelaskan,keputusan ini telah di tuangkan kedalam Piagam Deklarasi Bersama Hutan Adat Delong Senenggan tentang perlindungan dan pengelolaan hutan adat Delong Senenggan Tanah Munggu, Gampong Durian Kawan, Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2019 yang di hadiri oleh Bupati Aceh Selatan, beserta Forkopimcam kecamatan dan segenap tokoh adat dan hukum dalam wilayah kecamatan Kluet Timur.
“Kesepakatan penetapan hutan adat ini dasar utamanya adalah untuk menjaga keseimbangan ekosistem serta melindungi keanekaragaman hayati dan semua ini dilakukan adalah untuk kepentingan anak cucu kita kelak dimana mereka masih dapat melihat sisa-sisa sejarah keberadaban kita sebagai kakek moyangnya dikemudian hari, karena hutan bukanlah warisan yang dapat kita garap sesuka hati kita pada saat sekarang ini, tetapi hutan adalah harta titipan berupa amanah dari anak cucu kita,” lanjut Sukandi.
“Oleh karena itu hutan adat wajib kita pertahankan keberadaanya untuk melestarikan dan menjaga keseimbangan alam,” tambahnya.
Sukandi menambahkan,bila hutan Adat saja sudah dapat dijadikan lahan perkebunan sawit maka jangan salahkan masyarakat akan menjadikan tanah sawah dan lapangan bola kaki menjadi lahan perkebunan kelapa sawit untuk sumber penghidupan masyarakat banyak.
“Kedepan bisa saja tanah sawah dan lapangan bola akan jadi perkebunan sawit,” tutup Sukandi.**