ASPIRATIF.ID – Kritik sejati seharusnya dipandang sebagai vitamin yang memperkuat tubuh demokrasi, bukan dianggap racun yang melemahkan. Pesan itu disampaikan oleh Hanzirwansyah, ST, Sekretaris Umum Tim Pemenangan H. Mirwan MS-H. Baital Mukadis (MANIS) pada Pilkada lalu, yang mengingatkan pentingnya kebijaksanaan dalam menyikapi kritik terhadap pemerintah Kabupaten Aceh Selatan.
“Jangan disalahartikan atau salah memaknai kritik dan saran. Cuma orang atau kelompok yang berperilaku toxic yang gagal paham,” ungkap Hanzirwansyah yang saat ini berada di Jakarta menanggapi persoalan yang berkembang di daerah, Jumat, 12 September 2025.
Pernyataan singkat ini sejatinya menyentuh inti persoalan. Di Aceh Selatan, kritik sering kali diperlakukan sebagai serangan politik, bukan masukan yang lahir dari kepedulian.
Akibatnya, ruang dialog publik mengecil, bahkan terkadang tertutup rapat. Padahal, pembangunan yang sehat membutuhkan ruang terbuka bagi suara yang jujur, meski pahit terdengar.
Pria yang akrab disapa Bang Iwan itu menegaskan bahwa ancaman terbesar tidak selalu datang dari luar, melainkan dari lingkaran dalam kekuasaan itu sendiri.
Bila tim di sekitar Bupati hanya sibuk menyenangkan hati dengan bisikan manis, sementara fakta di lapangan diabaikan, maka arah kebijakan bisa salah langkah.
Situasi itu ibarat seorang pengendara yang hanya melihat jalan lurus tanpa memperhatikan jurang di sisi kiri dan kanan.
Ucapan penuh kebencian, fitnah, dan adu domba, menurutnya, tidak boleh diberi ruang. Bila dibiarkan, bukan hanya akan melemahkan soliditas tim kerja, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan masyarakat.
Satu kali kepercayaan rakyat terguncang, seluruh hasil kerja pemerintah berpotensi dianggap sia-sia.
Kritik sejati, sebaliknya, adalah tanda cinta. Masyarakat yang berani menyuarakan kekurangan pelayanan publik sejatinya sedang menunjukkan kepedulian agar pemerintah memperbaiki diri.
Namun bila suara itu terus dicurigai, ditolak, atau bahkan dipatahkan, lama-lama masyarakat akan memilih diam.
Diamnya rakyat bukanlah tanda setuju, melainkan sinyal kehilangan harapan, dan itu lebih berbahaya daripada ribuan kritik yang keras.
“Mari sama-sama mengedepankan objektivitas demi Aceh Selatan yang lebih maju dan produktif,” imbau Iwan.
Pemerintah Aceh Selatan memang seyogyanya untuk membuka diri, tidak hanya pada pujian, tetapi juga pada kritik yang lahir dari kejujuran.
Sebab, yang menyelamatkan pemimpin bukanlah pengikut yang pandai memuji, melainkan rakyat yang berani mengingatkan saat langkahnya mulai goyah.
“Aceh Selatan kini berada di persimpangan jalan. Jika tim di sekitar Bupati hanya menutup diri dalam lingkaran rapuh penuh pujian, maka pembangunan akan berjalan dengan pandangan sempit,” sebut Iwan.
“Tetapi bila kritik yang jujur diterima sebagai vitamin, meski pahit rasanya, daerah ini justru akan tumbuh lebih kuat. Pada akhirnya, kebijaksanaan dalam mendengar adalah kunci, dimana keberanian moral untuk membuka telinga lebih lebar, menepis suara kebencian, dan merawat suara rakyat yang sesungguhnya ingin melihat Aceh Selatan maju dan produktif sebagaimana yang diharapkan,” pungkasnya.[]
