ASPIRATIF.ID – Polemik empat pulau yang secara historis milik Provinsi Daerah Istimewa Aceh, yakni Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, dan Pulau Lipan, yang dialihkan ke Sumatera Utara terus bergulir.
Bukan berkesudahan, polemik tersebut kini sudah sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto. Kementerian Dalam Negeri yang seharusnya menjadi bagian penengah dalam polemik ini tak bisa meredam amarah Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf atau Mualem.
“Macam mana kita duduk bersama, itu kan hak kami, kepunyaan kami, milik kami,” kata Mualem saat ditanya terkait tawaran pengelolaan empat pulau secara bersama oleh dua provinsi, Aceh dan Sumut, Jumat (13/6/2025).
Dia menolak keputusan Menteri Dalam Negeri RI Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.
Dalam keputusan itu, Kemendagri menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Sumut bertahan
Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, tak langsung mengalah meski rekam jejak sejarah empat pulau adalah kepunyaan Aceh.
Menantu Presiden Ketujuh RI Joko Widodo ini mempertahankan keputusan Kemendagri yang mengalihkan empat pulau itu ke pelukan Sumatera Utara.
Dia berdalih, pengalihan empat pulau adalah kewenangan pemerintah pusat, bukan kewenangan dari provinsi, baik Aceh maupun Sumut.
“Saya sampaikan kemarin, secara wilayah, enggak ada wewenang Provinsi Sumut dan juga setahu saya Aceh mengambil pulau, menyerahkan daerah, itu nggak bisa. Semua itu ada aturannya, kami pemerintah daerah ada batasan wewenang,” ujar Bobby, Selasa (10/6/2025).
Langkah pertahanan Sumut juga ditegaskan oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara, Erni Ariyanti. Erni meminta semua pihak mematuhi keputusan Kemendagri terkait penetapan empat pulau yang kini menjadi bagian dari Sumatera Utara.
Dia meminta agar Aceh melayangkan keberatannya bukan dengan cara keras, tetapi lewat jalur Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Pak Mendagri sudah buka suara jika memang ada gugatan, ke PTUN mempersilahkan Provinsi Aceh,” ucap Erni.
JK Ingatkan Perjanjian Helsisnki
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, turut memberikan masukan terkait sengketa empat pulau tersebut. Sosok sentral perdamaian Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia dalam perjanjian Helsinki ini kembali mengingatkan ada janji yang harus dijalani pemerintah.
Janji tersebut adalah memelihara perjanjian Helsinki tetap terpelihara dan tidak mengubah undang-undang yang telah berlaku terkait batas wilayah Aceh dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.
JK mengatakan, secara historis maupun administratif, empat pulau yang sedang diributkan adalah milik Aceh.
“Di UU tahun 1956, ada UU tentang Aceh dan Sumatera Utara oleh Presiden Soekarno yang intinya adalah, dulu Aceh itu bagian dari Sumatera Utara, banyak residen. Kemudian Presiden, karena kemudian ada pemberontakan di sana, DI/TII, maka Aceh berdiri sendiri sebagai provinsi dengan otonomi khusus,” kata JK.
Beleid yang mengatur batas wilayah tersebut adalah undang-undang yang menjadi rujukan pemerintah Indonesia menandatangani perjanjian Helsinki dengan kelompok GAM pada 2005.
“Karena banyak yang bertanya, membicarakan tentang pembicaraan atau MoU di Helsinki. Karena itu saya bawa MoU-nya. Mengenai perbatasan itu, ada di poin 1.1.4, yang berbunyi ‘Perbatasan Aceh, merujuk pada perbatasan 1 Juli tahun 1956. Jadi, pembicaraan atau kesepakatan Helsinki itu merujuk ke situ,” ungkap JK.
“Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, itu yang meresmikan Provinsi Aceh dengan kabupaten-kabupaten yang ada, berapa itu kabupatennya, itu. Jadi formal,” kata JK.
Sebab itulah, dia menyebut keputusan seorang menteri tidak bisa mengubah legalitas undang-undang dan otomatis cacat formal.
Harga diri masyarakat Aceh
JK juga mengingatkan, batas wilayah yang telah disepakati sejak puluhan tahun silam bukan lagi soal sengketa administrasi.
Bagi Aceh, kata JK, perebutan wilayah bukan lagi tentang administrasi, tapi kehormatan yang harus dibela.
“Ya, itu pulaunya tidak terlalu besar. Jadi, bagi Aceh itu harga diri. Kenapa diambil? Dan itu juga masalah kepercayaan ke pusat. Jadi, saya kira dan yakin ini agar diselesaikan sebaik-baiknya demi kemaslahatan bersama,” ucap JK.
Prabowo turun tangan
Tak ingin polemik ini melebar, Presiden Prabowo Subianto turun tangan. Prabowo mengambil alih dinamika yang tak bisa ditangani Kemendagri ini secara langsung. Hal tersebut dikatakan oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad pada Sabtu (14/6/2025).
“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI, bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara,” kata Dasco.
Prabowo secara tegas meminta agar polemik empat pulau tersebut bisa rampung dalam pekan depan.
“Dalam pekan depan akan diambil keputusan oleh Presiden tentang hal itu,” imbuh Ketua Harian Partai Gerindra ini.[]
Sumber : Kompas.Com