Menu

Mode Gelap
 

News · 15 Jul 2025 15:17 WIB ·

Dari Janji Geurutee ke Tuntutan Barsela: Potret Ketimpangan yang Terlalu Nyata


 Dari Janji Geurutee ke Tuntutan Barsela: Potret Ketimpangan yang Terlalu Nyata Perbesar

Oleh: Tio Achriyat
Pemerhati Sosial

Jika yang dijanjikan tak pernah ditepati, dan yang layak diberi ruang justru disingkirkan, maka yang muncul bukan pemberontakan, tapi panggilan untuk mendirikan rumah yang lebih adil.

Wilayah Barat Selatan Aceh (Barsela) yang meliputi Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Subulussalam, dan Aceh Singkil hidup dalam ketenangan geografis, namun sepi dari sentuhan keadilan struktural.

Di atas kertas, semua wilayah Aceh setara. Namun realitas menunjukkan: Barsela lebih sering menjadi “penonton” dari pembangunan yang semarak di wilayah Utara dan Timur Aceh.

Salah satu janji pembangunan yang paling dikenal namun tak kunjung nyata adalah Terowongan Geurutee. Proyek ini digadang-gadang menjadi penghubung vital antara pantai barat-barat selatan dengan pusat ekonomi dan pemerintahan di utara. Tapi hingga hari ini, ia masih menjadi slogan kampanye, bukan proyek pembangunan.

Padahal, Geurutee bukan hanya soal infrastruktur. Ia adalah simbol dari konektivitas yang gagal diwujudkan baik secara fisik maupun politis. Yang tak kalah menyakitkan adalah bahwa selain jalan, manusia di wilayah ini pun jarang diberi kesempatan melangkah bersama.

Ketimpangan dalam Struktur dan Representasi

Jika ditelaah lebih jauh, sangat minim pejabat eselon II dan III dari Barsela yang mengisi jabatan strategis di Pemerintahan Provinsi Aceh.

Mereka kerap absen dari lingkaran pengambil kebijakan. Ketimpangan ini bukan kebetulan, tetapi pola yang terus berulang.

Begitu pula di instansi pusat. Dalam struktur Kantor Wilayah Kementerian Agama atau Kantor Gubernur Aceh, representasi dari Barsela sangat minim. Bahkan pejabat eselon III di Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota di wilayah ini pun sering diisi oleh luar daerah, sementara SDM lokal yang kompeten hanya menjadi pelengkap administratif.

Padahal, secara kapasitas, banyak di antara mereka yang memenuhi syarat dan memahami karakter sosial-kultural wilayahnya sendiri.

Apa artinya punya jalan, jika orang-orang dari daerahmu sendiri tak pernah diajak melangkah?”

Pembangunan Tak Seimbang, Kunjungan yang Setengah Hati

Ketimpangan juga nyata dalam aspek pembangunan infrastruktur dan perhatian pejabat. Laju pembangunan di wilayah utara dan timur Aceh melaju kencang, jalan-jalan mulus, kawasan industri tumbuh, dan program-program provinsi bertebaran. Sebaliknya, Barsela seperti berjalan sendiri, mengandalkan swadaya dan kekuatan lokal.

Lebih ironis lagi, kunjungan pejabat provinsi ke wilayah Barsela seringkali hanya seremonial. Tidak ada agenda pembangunan jangka panjang yang serius dan menyentuh kebutuhan masyarakat. Warga Barsela tidak menuntut dilayani secara istimewa mereka hanya ingin diakui, dilibatkan, dan didengarkan. Pembangunan yang tidak adil melahirkan jurang. Jurang itu bukan hanya fisik, tapi juga rasa.

Aspirasi Provinsi Baru: Koreksi terhadap Ketidakadilan

Maka tak heran jika aspirasi pembentukan Provinsi Barsela kian menggema. Ini bukan semata-mata tuntutan administratif, tapi sebagai bentuk koreksi terhadap ketidakadilan yang menahun.

Dengan berdiri sendiri, Barsela bisa mengatur arah pembangunan sesuai kebutuhan lokal, memberdayakan SDM daerah secara menyeluruh, dan menghilangkan ketimpangan representasi yang menyakitkan itu.

“Jika anak kandung tak pernah diakui, maka sudah saatnya ia membangun rumah sendiri dan mengangkat wajahnya dengan bangga.”

Jangan Biarkan Ketidakpercayaan Struktural Menjadi Warisan

“Kami tidak meminta dibelai. Kami hanya ingin diberi ruang untuk berdiri di tanah sendiri.”

Jika janji-janji seperti Terowongan Geurutee terus menjadi lukisan fatamorgana, dan SDM Barsela terus dipinggirkan, maka pemerintah bukannya mencegah konflik, tapi justru sedang menyemai ketidakpercayaan struktural yang lebih dalam.

Sebelum rakyat membangun dinding pemisah sebagai bentuk protes, bukalah pintu keadilan dan pengakuan. Sebab, Barsela tidak diam karena pasrah, tetapi karena sedang menyiapkan langkah yang lebih tegas.

Catatan Redaksi:
Tulisan ini adalah refleksi kritis atas situasi ketimpangan regional di Provinsi Aceh dan tidak dimaksudkan untuk memprovokasi, melainkan sebagai seruan kesetaraan dan penguatan rasa keadilan dalam bingkai NKRI.

banner 350x350
Artikel ini telah dibaca 500 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Dari Limbah Jadi Berkah: USK Ubah Ampas Kelapa Sabang Jadi Tepung Bernilai Tinggi dengan Teknologi Tepat Guna

12 Oktober 2025 - 21:38 WIB

Tengkorak Manusia Ditemukan di Puskesmas Bukit Gadeng, Tim Inafis Polres Aceh Selatan Lakukan Olah TKP

12 Oktober 2025 - 20:53 WIB

Camat Kluet Selatan Gelar Sosialisasi Pilchiksung Serentak Tahun 2025

12 Oktober 2025 - 19:51 WIB

Wakil Gubernur Aceh Buka Pekan Kebudayaan Aceh Barat 2025

12 Oktober 2025 - 14:15 WIB

Santri Yayasan Pendidikan Hafizh Cendekia Kunjungi Laboratorium Lapangan Peternakan USK

12 Oktober 2025 - 11:34 WIB

Kancil, Rubah, dan Panggung Politik Hutan Raya

12 Oktober 2025 - 11:11 WIB

Trending di Cerpen