ASPIRATIF.ID — Komisi III DPRK Aceh Selatan menggelar rapat dengan PT Agro Sinergi Nusantara (ASN) di Ruang Rapat DPRK setempat ,Selasa (07/10/2025). Komisi III menegaskan bahwa PT ASN wajib mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam menjalankan operasional perusahaannya.
Dalam rapat tersebut, komisi III menekankan bahwa perusahaan, termasuk PT ASN, tidak boleh sampai merampas hak-hak masyarakat.
Kewajiban perusahaan perkebunan, salah satunya, adalah menyerahkan 20 persen lahan plasma untuk dikelola masyarakat, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Cipta Kerja dan peraturan menteri pertanian.
“Jangan mengundang mudharat atas keberadaan perusahaan ini daripada manfaat yang akan diterima masyarakat,” kata Ketua Komisi III Idrus TM
Lebih lanjut, Idrus menjelaskan, berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013, setiap perusahaan perkebunan wajib memberikan lahan kebun plasma sebanyak 20 persen dari luas Izin Usaha Perkebunan (IUP). Hingga saat ini PT ASN dinilai belum memenuhi kewajiban tersebut.
“Namun sejauh ini PT ASN belum memenuhi kebun plasma untuk dikelola masyarakat, sehingga mereka telah menyalahi aturan tersebut,” ujar Idrus.
Idrus menambahkan, Komisi III juga menyayangkan ketidak siapan PT ASN dalam memenuhi kesepakatan rapat sebelumnya yang digelar pada 16 September 2025.
Dalam rapat terbaru ini, anggota dewan bahkan menyampaikan kekecewaannya dengan menunjukkan emosi, menegaskan bahwa pihak perusahaan dinilai tidak serius menindaklanjuti kesepakatan, terutama mengenai kebun plasma.
Akibat ketidak patuhan ini, Komisi III berencana untuk menindaklanjuti hasil rapat ini dengan membawa permasalahan tersebut ke Komisi II DPRA bahkan hingga ke DPR RI.
Sementara itu, anggota Komisi III lainnya mengingatkan agar PT ASN tidak menganggap remeh kesepakatan yang telah dibuat.
“Kalau mereka tidak patuh, itu sama saja tidak mentaati peraturan perundang-undangan. Kita tidak boleh biarka
n rakyat terus diperlakukan tidak adil,” tutup Amir Mulyadi.[Rama]
