Oleh: Mayjen TNI (Purn) Teuku Abdul Hafil Fuddin, SH, SIP, MH_
KABAR bahwa empat pulau yang selama ini diyakini sebagai bagian dari wilayah Aceh justru dicatat dalam administrasi Provinsi Sumatera Utara mengejutkan banyak pihak. Ini bukan kabar biasa.
Sebab yang sedang dipersoalkan bukan hanya gugusan tanah di tengah laut, tapi juga menyangkut harga diri, sejarah, dan identitas sebuah daerah bernama Aceh.
Saya pernah menyampaikan pandangan melalui tulisan berjudul “Empat Pulau, Harga Diri Aceh: Saatnya Bangkit Menolak.” Tulisan itu lahir dari semangat untuk tidak diam, untuk mengajak semua pihak peduli pada persoalan mendasar ini.
Tapi dalam prosesnya, saya juga merenung: bahwa perjuangan tidak cukup hanya dengan penolakan. Kita perlu melangkah lebih tenang, lebih dalam, dan lebih strategis.
Kita tidak boleh terjebak pada narasi saling menyalahkan. Justru di sinilah pentingnya kita menjaga kebersamaan, agar perjuangan ini tidak melebar menjadi konflik horizontal atau emosi sesaat. Kita butuh data, dokumen, dan keteguhan sikap. Karena mempertahankan wilayah bukan soal ego, tapi soal tanggung jawab kepada generasi mendatang.
Jangan Saling Menyalahkan, Mari Berjuang Bersama
Dalam forum resmi seperti Indonesia Joint Committee (IJC), empat pulau tersebut pernah dicatat sebagai bagian dari Aceh. Ini berarti Aceh memiliki dasar yang kuat untuk mengajukan klarifikasi atau peninjauan ulang kepada pemerintah pusat. Tapi semua itu harus dilakukan melalui mekanisme hukum dan jalur diplomasi antarpemerintah.
Pemerintah Aceh bisa mengambil sejumlah langkah strategis, seperti:
1. Menyurati kementerian terkait (Kemendagri, BIG, ATR/BPN) untuk membuka dokumen batas wilayah yang sahih;
2. Mengaktifkan kembali Tim Penegasan Batas Wilayah Aceh yang melibatkan akademisi, ahli hukum, dan pakar geospasial;
3. Menyusun kajian akademik berbasis sejarah dan dokumen administratif yang dapat dijadikan rujukan formal.
Sementara itu, masyarakat Aceh juga memiliki peran penting:
1. Menjaga agar ruang publik tidak dipenuhi narasi provokatif yang memecah belah;
2. Mendukung diskusi dan advokasi yang sehat di kampus, media sosial, dan komunitas sipil;
3. Menyatukan suara dalam semangat kebersamaan, tanpa perlu memperkeruh suasana.
Harga Diri Perlu Dibela, Tapi dengan Cara yang Mulia
Empat pulau ini adalah pengingat bahwa wilayah tidak boleh dianggap enteng. Tapi cara kita memperjuangkannya akan menentukan bagaimana Aceh dipandang, bukan hanya oleh pemerintah pusat, tapi juga oleh masyarakat Indonesia secara luas.
Mari kita jaga semangat perjuangan ini tetap menyala, tanpa menyulut api yang merusak. Kita bisa bersikap tegas tanpa harus kasar.
Kita bisa menuntut hak tanpa harus menuding. Karena harga diri Aceh akan lebih dihargai jika diperjuangkan dengan kepala dingin dan langkah yang terukur.
Penulis adalah Mantan Pangdam Iskandar Muda / Tokoh Barat Selatan Aceh