ASPIRATIF|BANDA ACEH— Koordinator Wilayah Brigade Pelajar Islam Indonesia (BPII) Provinsi Aceh menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Peran Pemuda dan Pelajar dalam Pengawalan Kasus HAM Berat dan Korban di Aceh” pada Rabu, 25 Juli 2025, bertempat di Aula Dinas Sosial Provinsi Aceh.
Kegiatan ini dihadiri oleh 93 peserta terdiri dari pelajar dan mahasiswa, yang antusias mengkaji peran generasi muda dalam mendukung keadilan bagi para korban pelanggaran HAM di Aceh.
Firdaus Mirza Nusuary, S.TP, M.A merupakan salah satu narasumber dari Dosen Universitas Syiah Kuala (USK) mengakatakan perspektif sosiologis, HAM sebagai “pandangan hitam kelam” yang menjadikan masyarakat tak bersalah menjadi korban.
“Konflik aceh merupakan contoh salah satu pelanggaran HAM berat di Indonesia. Namun perdamaian 20 tahun lalu memang membuat Indonesia dan Aceh berdamai, namun luka dan trauma yang dimiliki masyarakat Aceh masih belum terselesaikan. Sebagai pemuda kita bisa melakukan hal-hal positif seperti FGD, Sosialisasi, Dan kegiatan lainnya,”ujar Firdaus Mirza.
Kemudian Raihan Fajri (Direktur Eksekutif Katahati Institute) juga menekankan pentingnya pemahaman kontekstual tentang dinamika sosial yang menyebabkan pelanggaran HAM.
“Peran aktif pelajar dalam mengawal isu pelanggaran HAM khususnya di Aceh.
Kebutuhan memberikan perhatian khusus bagi korban, termasuk dukungan dari negara seperti kompensasi dan pemulihan,”sebut Raihan Fajri.
Tidak hanya itu dalam kegiatan FGD tersebut Yulfan, S.H., M.H, merupakan seorang Advokat juga menyampaikan, jika berfokus pada kasus di Rumoh Geudong dan itu sangat penting untuk dilakukan penindakan kelanjutan.
“Ajakan bagi pemuda dan pelajar untuk:
Terlibat dalam advokasi dan kampanye publik.
Bergabung dengan organisasi masyarakat sipil atau membentuk komunitas advokasi mandiri,”sebut Yulfan.
Komandan Brigade PII Aceh, Raihan mengatakan, membangun kesadaran kolektif di kalangan generasi muda Aceh itu penting.
“Memicu aksi nyata melalui advokasi, kampanye, dan kerja sama dengan lembaga hukum dan masyarakat sipil,”sebut Raihan.
Kemudian, kata Raihan perlu adanya pengawalan penyelesaian kasus-kasus bersejarah di Aceh seperti Simpang KKA, Jamboe Keupok, Rumoh Geudong, dsb.
“FGD ini diharapkan menjadi pijakan awal bagi pemuda dan pelajar dalam memperjuangkan hak korban HAM berat di Aceh hingga mencapai keadilan dan pemulihan yang layak,”tutup Raihan.[]