Menu

Mode Gelap
 

News · 31 Jul 2025 04:26 WIB ·

Masa Jabatan Keuchik  Delapan Tahun, Pentingkah?


 Akmal Mmw, Ketua Ketua Tuha Peut Gampong Kedai Kandang Perbesar

Akmal Mmw, Ketua Ketua Tuha Peut Gampong Kedai Kandang

Oleh : Akmal Mnw (Ketua Tuha Peut Gampong Kedai Kandang)

Beberapa bulan terakhir, publik Aceh diramaikan dengan isu permohonan beberapa keuchik, agar masa jabatan mereka ditambah menjadi delapan tahun. Perdebatan mengenai permintaan ini menimbulkan pro dan kontra.

Dari sisi para keuchik, usulan ini adalah masuk akal, karena  masa jabatan delapan tahun sesuai dengan sejawat mereka para Kepala desa di propinsi lainnya di Indonesia. Sejalan dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang perubahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Angin segar sempat berhembus atas harapan para keuchik tersebut, sesuai rekomendasi Penjabat  Gubernur Aceh Nomor : 400.14.1.3/11532 tanggal 23 September 2024 yang ditujukan kepada Kemendagri, menyatakan secara prinsip tidak keberatan atas pemberlakuan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2024.

Namun harapan tersebut sedikit terganjal dengan  Undang-undang  No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, sebagai acuan bagaimana pemerintahan di Aceh dijalankan. Undang-undang ini mengatur masa jabatan keuchik berlaku enam tahun.

Kewenangan Khusus ( lex specialis)

Bagi publik Aceh, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 mempunyai posisi istimewa. Undang-undang ini lahir semata bukan karena “kemurahan hati” pemerintah pusat, melainkan dengan proses panjang berliku. Beberapa dekade lalu Aceh dilanda konflik panjang yang tidak berkesudahan dengan pemerintah pusat.

Upaya untuk meregangkan konflik tersebut, setelah perundingan dan negosiasi berkali-kali, lahirlah resolusi yang disepakati para pihak dengan wujud penandatanganan Memorandum of Understanding di kota Helsinki, Finlandia. Wujudnya adalah pengesahan Undang-undang Pemerintahan Aceh yang dikenal dengan UUPA.

Undang-undang ini membuka era baru terhadap pelaksanaan status otonomi khusus yang lebih luas dari masa sebelumnya. Salah satunya menjadi landasan berdirinya partai lokal sebagai saluran politik “alternatif” bagi rakyat Aceh. Permintaan masa jabatan delapan tahun ini, dianggap dapat mendistorsi secara pelan-pelan UUPA yang berlaku khusus ( lex specialis).

Upaya ke Mahkamah Konstitusi

Untuk menegaskan kepastian hukum pemberlakuan masa jabatan keuchik  delapan tahun ini, lima keuchik mengajukan permohonan pengujian UUPA.

Para pemohon mempermasalahkan ketentuan masa jabatan keuchik yang dibatasi selama enam tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali masa jabatan.

Mereka  menilai ketentuan Pasal 115 ayat (3) UUPA telah menghilangkan hak konstitusional para pemohon. Permohonan pengujian ini telah berproses di Mahkamah Konstitusi dengan digelarnya beberapa kali sidang dengan agenda pemeriksaan perkara dan mendengarkan keterangan DPR serta Pemerintah.

Dinamika masyarakat digampong terus bergulir menyikapi permohonan para keuchik tersebut, ada yang pro dan ada yang kontra. Jika kita melihat dari sejarah yang ada, semakin lama seseorang menjabat maka akan membuka peluang potensi sikap otoriter dan korup.

Para ahli memahami bahwa karakter kekuasaan amat mudah untuk disalah gunakan. Maka munculah konsep pembatasan masa jabatan sebagai bentuk upaya mencegah terjadinya kekuasaan berlebih (abuse of power).

Kekuasaan ibarat candu, punya daya memabukkan dan membius. Bagi orang yang mabuk kekuasaan, janji-janji yang pernah dilontarkan kerap dilupakan. Kekuasaan harus dipertahankan dengan berbagai cara, meski berbenturan dengan moralitas.

Poin ini, sering dikemukakan sebagai salah satu alasan bagi pihak yang kontra. Bisa dibayangkan jika jabatan keuchik menjadi delapan tahun maka masyarakat harus menunggu lebih lama  untuk mengevaluasi kinerja keuchik.

Kalau kinerja keuchik bagus tidak menjadi permasalahan, lantas bagaimana jika “salah memilih” keuchik yang kurang bagus ?.

Konsekuensi belum adanya keputusan perkara di atas, banyak gampong yang tersebar diberbagai kabupaten kota telah habis masa jabatan keuchiknya.

Untuk melaksanakan pemerintahan gampong  pemerintah mengangkat Pejabat Keuchik atau Pelaksana Harian Keuchik. Sementara itu, konsekuensi lainnya jadwal pelaksanaan pemilhan keuchik langsung (Pilchiksung) juga tertunda. Sehingga kesempatan untuk mendapatkan keuchik yang defenitif masih perlu waktu yang belum pasti.

Walaupun palu hakim Mahkamah Konstitusi belum diketuk, disisi yang lain masyarakat sudah mulai “kasak kusuk” membicarakan suksesi keuchik. Suhu politik lokal “ala gampong”  mulai hangat mendiskusikan siapa yang layak untuk diusung menjadi pemimpin.

Tokoh-tokoh lokal gampong yang berpotensi untuk maju sudah menyusun strategi untuk meraih dukungan para pemilik suara. Sesungguhnya politik di gampong adalah miniatur dari politik nasional, yang juga terkadang  “hiruk pikuk” dan “gegap gempita”.

Mahkamah Konstitusi  sebagai salah satu lembaga negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman di Indonesia, yang memiliki kewenangan khusus untuk mengadili perkara-perkara tertentu terkait konstitusi, berperan menjaga konstitusi dan menegakkan prinsip negara hukum.

Oleh karena itu, apapun hasil putusan MK terkait perkara ini, akan memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh. Harapan kita, “polemik” perlu atau tidaknya menambah jabatan keuchik akan menemukan ujung.

Dan tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan “tugas-tugas” demokrasi lainnya yang masih tertunda, sehingga penyelenggara pemerintahan di tingkat bawah ini, fokus berlari lebih cepat mengejar kemajuan gampong-gampong kita.**

Artikel ini telah dibaca 266 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Kisah Bidan Pasaman: 26 Km Naik Ojek, Lanjut Berenang Seberangi Sungai demi Pasien TBC

4 Agustus 2025 - 12:29 WIB

Sekretaris Komisi II DPRK Aceh Selatan  Minta Bupati Segera Lantik Direktur PDAM Tirta Naga

4 Agustus 2025 - 11:23 WIB

Mensesneg Buka Suara soal Kabar Muzani Bakal Gantikan Tito Jadi Mendagri

4 Agustus 2025 - 10:08 WIB

GerPALA Nilai Pernyataan Kadis ESDM Aceh Bela PT PSU Telah Cederai Keadilan dan Lemahkan Kewenangan Bupati

4 Agustus 2025 - 09:24 WIB

Dasco Bantah Amnesti Hasto Bentuk Kesepakatan Politik dengan PDIP

4 Agustus 2025 - 08:23 WIB

Gubernur Muzakir Manaf Serahkan SK 5.789 PPPK Formasi 2024 Tahap 1 Pemerintah Aceh

4 Agustus 2025 - 07:15 WIB

Trending di News