ASPIRATIF.ID — Koalisi Masyarakat Sipil mengusulkan perubahan fungsi dan nama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi Badan Ajudikasi Pemilu dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Pratama mengatakan, selama ini Bawaslu kerap disebut sebagai lembaga kuasi peradilan.
Sebab, selain berfungsi sebagai pengawas, Bawaslu juga menjalankan peran sebagai lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa proses dan pelanggaran administrasi pemilu.
“Seperti kita tahu, Bawaslu sering disebut sebagai kuasi peradilan. Satu sisi dia lembaga pengawas, di sisi lain dia juga sebagai lembaga peradilan dalam konteks menyelesaikan sengketa proses atau pelanggaran administrasi pemilu,” ujar Heroik dalam diskusi daring yang digelar Perludem, Minggu (10/8/2025).
Menurutnya, usulan tersebut dicanangkan untuk meningkatkan fokus kerja lembaga tersebut. Sebab, Badan Ajudikasi Pemilu hanya menangani penyelesaian sengketa proses dan pelanggaran administrasi pemilu.
“Dalam rangka meningkatkan fokus kerja dari badan pengawas pemilu kita, kami mengusulkan di dalam naskah ini Bawaslu bertransformasi menjadi Badan Ajudikasi Pemilu. Tugasnya hanya menyelesaikan sengketa proses dan pelanggaran administrasi pemilu,” kata Heroik.
Adapun usulan ini menjadi bagian dalam draf revisi UU Pemilu yang disusun Koalisi Masyarakat Sipil untuk bagian ketentuan penyelenggara pemilu.
Heroik menegaskan, perubahan fungsi tersebut juga perlu diikuti dengan perubahan nama lembaga agar mencerminkan perannya secara spesifik.
“Sehingga namanya berubah menjadi Badan Ajudikasi Pemilu, bukan lagi Badan Pengawas Pemilihan Umum,” kata dia.
Revisi UU Pemilu Belum Dibahas
Diberitakan sebelumnya, DPR telah menetapkan revisi UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagai program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas untuk 2025. Namun, sampai saat ini proses pembahasan RUU Pemilu belum juga mulai dilaksanakan.
Pada 26 Juni 2025, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pembahasan lebih lanjut soal rencana RUU Pemilu belum dilaksanakan karena masih didiskusikan secara informal antara pimpinan dan anggota fraksi-fraksi di DPR.
“Mungkin untuk RUU Pemilu belum kita bahas pada sidang ini karena kita masih juga secara informal berbicara antar fraksi. Karena baru sekali ini Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan adanya rekayasa konstitusi,” ujar Dasco di Gedung DPR RI, Kamis (26/6/2025).
Meski begitu, Dasco belum menjelaskan secara terperinci hasil pembahasan sementara di antara fraksi-fraksi di DPR. Sebab, sampai saat ini, pembahasan tersebut belum mencapai keputusan yang final.
“Ya, ini masih ada pembicaraan informal yang tentunya belum bisa kita sampaikan ke publik. Karena kalau kita sampaikan belum hal yang final, nanti akan menimbulkan dinamika yang tidak perlu,” jelasnya.
Selain itu, Dasco menegaskan bahwa DPR harus berhati-hati dalam menindaklanjuti putusan MK, yang menjadi dasar diharuskannya revisi UU Pemilu.
Putusan MK yang dimaksud adalah Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. Selain itu, terdapat pula Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah mulai 2029.
Putusan ini menuai polemik karena dianggap sejumlah partai politik bertentangan dengan konstitusi. Meski begitu, Rapat Paripurna DPR pada 27 Juni 2025 telah menyetujui agar kodifikasi dan kompilasi paket UU Pemilu hingga Partai Politik masuk dalam Peraturan DPR tentang Rencana Strategis (Renstra) DPR 2025-2029.**
Sumber : Kompas.Com