ASPIRATIF — Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tapak Tuan, M. Haikal Qadri, menyebutkan penghentian sementara seluruh aktivitas Koperasi Serba Usaha (KSU) Tiega Manggis dan PT Pinang Sejati Utama (PSU) sebenarnya merupakan wewenang Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat.
Dia pun mengingatkan Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, untuk tidak gegabah mengambil keputusan dalam mengemban tugas negara.
“Jangan membuat keputusan melampaui perundang-undangan. Artinya, bupati tidak dibenarkan secara hukum untuk melakukan penghentian sementara kegiatan pertambangan apalagi mewacanakan untuk mencabut pemegang izin pertambangan,” kata Haikal, Kamis, 31 Juli 2025.
Hal itu disampaikan M Haikal Qadri menyikapi keputusan Bupati Aceh Selatan dalam surat bernomor 540/790 tertanggal 21 Juli 2025 yang ditujukan kepada Ketua KSU Tiega Manggis dan Direktur PT PSU. Keputusan itu lahir menyusul konflik yang terjadi antara perusahaan tambang dengan masyarakat di sekitar lokasi.
Menurut Haikal, dari segi administrasi pertambangan yang dilakukan di seluruh Indonesia wajib berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Sementara prosedur penghentian sementara kegiatan izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) diatur dalam Pasal 113 UU Nomor 4 tahun 2009. Namun, situasi itu dapat dilakukan apabila keadaan sedang kahar.
Dia mencontohkan situasi kahar dimaksud apabila kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak dapat menanggung beban kegiatan operasi produksi sumber daya mineral atau batubara di wilayahnya.Permohonan penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan kemudian dapat disampaikan kepada menteri atau gubernur, sesuai dengan kewenangannya.
“Penghentian sementara dapat dilakukan oleh inspektur tambang atau dilakukan berdasarkan permohonan masyarakat kepada menteri atau gubernur,” ujar Haikal.
Dia mengakui dalam pasal tersebut bupati memiliki wewenang menghentikan kegiatan sementara. Namun, Pasal 113 UU Nomor 4 tahun 2009 telah gugur setelah terbitnya UU No. 2/2025 tentang Perubahan Keempat atas UU. No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dalam Pasal 173 A UU No. 2/2025 terdapat narasi yang menegaskan bahwa ketentuan UU berlaku bagi seluruh provinsi di wilayah NKRI, kecuali daerah khusus yang mempunyai keistimewaan dan kekhususan seperti Aceh.
Haikal melanjutkan, khusus untuk Aceh terkait penangguhan, penghentian, dan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) diatur dalam Qanun nomor 15 tahun 2017 tentang perubahan atas Qanun Aceh nomor 15 tahun 2013 tentang pengelolaan mineral dan batu bara.
“Dalam pasal 40 ayat 4 disebutkan penghentian sementara dilakukan oleh inspektur tambang dan gubernur berdasarkan permohonan dari masyarakat. Setelah dilakukan evaluasi dan verifikasi dari instansi teknis terkait dan untuk penghentian sementara itu harus diajukan oleh pemegang IUP atau IUPK seperti tertuang dalam Pasal 41. Jadi tak bisa sembarangan bupati menghentikan,” lanjut Haikal.
Haikal meminta Bupati Mirwan MS berpegang pada aturan yang berlaku dan tidak membuat keputusan melampaui perundang-undangan.
“Artinya bupati tidak dibenarkan secara hukum untuk melakukan penghentian sementara kegiatan pertambangan apalagi mewacanakan untuk mencabut pemegang izin pertambangan,” ucap Haikal.
Haikal bahkan menilai KSU Tiega Manggis dan PT Pinang Sejati Utama (PT PSU) akan memenangkan gugatan jika kebijakan bupati itu disengketakan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).**
