ASPIRATIF. ID — Gelombang protes datang dari para kepala daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat yang memangkas anggaran Transfer ke Daerah (TKD).
Pada Selasa (7/10/2025) lalu, sejumlah gubernur dari berbagai provinsi tampak beriringan menuju Gedung Kementerian Keuangan di Jakarta untuk menyampaikan keberatan mereka.
Langkah ini merupakan bentuk penolakan atas kebijakan pemotongan TKD yang dinilai membebani daerah, terutama dalam pembiayaan pegawai dan pembangunan infrastruktur.
Pertemuan tersebut dihadiri langsung oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, bersama para anggota Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI).
Sebanyak 18 gubernur hadir dalam audiensi ini, termasuk Gubernur Jawa Tengah dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Lima provinsi tercatat absen, sementara delapan lainnya mengirimkan perwakilan.
18 Gubernur Hadir Sampaikan Penolakan
Pertemuan dengan Menteri Keuangan pada hari itu dihadiri gubernur dari Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Sumatera Barat, DIY, Papua Pegunungan, Bengkulu, Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.
Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, menjadi salah satu juru bicara dalam pertemuan tersebut. Ia menegaskan bahwa seluruh pemerintah daerah sepakat menolak kebijakan pemotongan dana yang dianggap terlalu besar dan berdampak luas terhadap program pembangunan.
“Semuanya tidak setuju karena kemudian kan ada beban PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) yang cukup besar dan ada janji untuk pembangunan jalan dan jembatan yang cukup besar. Dengan pemotongan yang rata-rata setiap daerah hampir sekitar 20–30 persen untuk level provinsi dan di level kabupaten bahkan ada tadi dari Jawa Tengah yang hampir 60–70 persen, itu berat,” ujar Sherly yang ditemui awak media seusai pertemuan.
Menurut Sherly, banyak daerah kini kesulitan menyeimbangkan belanja pegawai dengan pembangunan infrastruktur.
“Kalau transfernya dikurangi, mau tak mau daerah akan memotong program lain. Padahal masyarakat menunggu janji-janji pembangunan yang sudah kami tetapkan,” katanya.
Nada serupa juga disampaikan Gubernur Aceh Muzakir Manaf yang menilai pemotongan TKD justru berpotensi menghambat pemerataan pembangunan di daerah.
“Aceh punya kebutuhan khusus, terutama untuk pembangunan infrastruktur pasca-rekonstruksi. Kalau anggaran dipotong, otomatis banyak program yang akan tertunda,” ujarnya.
Respons Menteri Keuangan: “Itu Normal”
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akhirnya angkat bicara menanggapi penolakan para gubernur.
Usai pertemuan dengan jajaran APPSI, ia menilai reaksi keberatan itu wajar karena setiap daerah tentu menginginkan alokasi dana yang besar.
“Kalau semua orang angkanya dipotong, ya pasti semuanya enggak setuju. Itu normal,” kata Purbaya.
Namun, ia menegaskan bahwa sebelum meminta tambahan anggaran, pemerintah daerah perlu meningkatkan efektivitas belanja dan tata kelola fiskal.
Menurutnya, kebijakan penyesuaian TKD diambil dengan mempertimbangkan kondisi fiskal nasional yang tengah ketat.
“Pemerintah pusat tidak mungkin terus menambah beban anggaran tanpa memastikan efektivitas penggunaannya. Banyak daerah yang serapannya rendah dan tidak tepat sasaran. Ini yang harus diperbaiki,” ujarnya.
Purbaya juga menyinggung adanya sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) yang masih tinggi di sejumlah daerah setiap tahunnya.
Hal itu, kata dia, menunjukkan masih lemahnya manajemen keuangan di tingkat daerah.
“Kalau uangnya banyak tapi tidak dibelanjakan dengan efektif, hasilnya juga tidak akan terasa bagi masyarakat. Kita ingin setiap rupiah yang ditransfer berdampak nyata,” ucapnya.
Kemenkeu Tegaskan Dialog Masih Terbuka
Meski protes para gubernur menguat, Kemenkeu menegaskan kebijakan pemangkasan TKD 2026 belum bersifat final.
Purbaya menyatakan, pemerintah pusat masih membuka ruang dialog dengan APPSI agar penyesuaian dana transfer dilakukan secara proporsional dan tidak menghambat pelayanan publik.
Rencana ini menjadi salah satu isu paling hangat menjelang pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Pemerintah tengah berupaya menata ulang postur anggaran agar program strategis nasional seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan peningkatan kesejahteraan ASN tetap berjalan tanpa mengorbankan stabilitas fiskal.
Dalam pandangan Purbaya, protes dari para kepala daerah merupakan bagian dari dinamika demokrasi fiskal yang sehat. Namun, ia berharap semangat yang sama juga ditunjukkan dalam memperbaiki kualitas belanja daerah.
“Kritik boleh, tapi kinerja juga harus ikut naik,” pungkasnya.[]
Sumber : Kompas.Com
