Menu

Mode Gelap
 

Cerpen · 12 Okt 2025 11:11 WIB ·

Kancil, Rubah, dan Panggung Politik Hutan Raya


 Foto: Ilustrasi Perbesar

Foto: Ilustrasi

Hutan Raya sedang sibuk. Angin berembus membawa kabar bahwa pemilihan Ketua Dewan Satwa akan segera digelar. Semua hewan sibuk berdandan, bukan untuk pesta, tapi untuk menarik perhatian Raja Rimba.

Awalnya, Kancil dan Rubah bekerja bersama.Mereka mendirikan gerakan “Hutan yang Maju”, berbicara lantang tentang perubahan, tentang perbaikan, dan tentang menolak ketidakadilan.

Namun seperti biasa dalam dunia hewan, ketika aroma kekuasaan mulai terasa, persahabatan sering berubah menjadi perlombaan.

Rubah, yang awalnya cuma suruhan, mulai merasa dirinya lebih pantas. Ia tahu lidahnya tajam dan suaranya menenangkan, dua senjata utama dalam politik hutan.

Maka ia mulai membuat sandiwara besar. Setiap kali muncul masalah di hutan, baik banjir di rawa, sarang lebah jatuh, atau perselisihan antar kawanan hewan, Rubah akan datang paling dulu.

Ia berlari ke istana Raja Rimba, menarik napas panjang, lalu berkata penuh wibawa.

“Yang Mulia, hamba sudah tahu semua akar persoalannya. Hamba sudah turun tangan.”

Padahal, diam-diam, dialah biang keladinya.Ia membuat kekacauan di balik semak, lalu tampil di depan seolah menjadi malaikat penolong. Sandiwara yang rapi.

Dan sayangnya, Raja Rimba yang polos tapi berkuasa itu terpukau. Setiap kali Rubah datang, Raja Rimba tersenyum puas.

“Lihatlah,” katanya pada penasihatnya, “itulah contoh pejabat muda yang tanggap dan penuh dedikasi.”

Sementara Kancil? Ia sibuk di lapangan, membetulkan parit, mengajar anak-anak tupai, membantu kura-kura yang terlambat ikut rapat.

Tak sempat ia membuat pencitraan atau memberi pidato panjang.  ia mulai kalah suara di istana. Namun gosip di bawah pohon lain berkata lain.

Tupai, Burung Hantu, dan Landak sudah tahu siapa Rubah sebenarnya. “Dia itu lakon, bukan pemimpin,” kata Landak dengan seringai.

“Dulu waktu di kelompok Serigala, dia juga menipu teman-temannya demi harta,” sambung Tupai.

“Dan dia tega meninggalkan rekannya saat masalah datang,” ujar Burung Hantu bijak.

Rekam jejak Rubah memang kelam, tapi topengnya terlalu rapat untuk dilihat dari istana.

Rubah tahu, fitnah adalah pupuk paling cepat tumbuh di tanah politik. Maka ia mulai menebar cerita bahwa Kancil licik dan banyak pola.

Hari-hari berlalu, dan suasana hutan semakin panas. Kancil diam, bukan karena takut, tapi karena tahu berdebat dengan Rubah seperti menantang bayangan, semakin dikejar, semakin licin.

Suatu hari, sidang besar digelar di Balai Pohon Beringin. Semua hewan berkumpul, mulai dari Gajah Penasehat, Burung Hantu Cendekia,dan lainnya.

Raja Rimba duduk di singgasana batu, dengan Rubah di sisinya, seolah penasihat kepercayaan.

Rubah membuka sidang dengan pidato yang panjang dan berapi-api.

“Hutan ini butuh kestabilan, bukan mimpi!”Kita harus realistis, bukan idealis!

Saya hanya ingin menjaga keharmonisan hutan yang mulai rusak karena terlalu banyak janji manis dari mereka yang merasa paling suci!”

Semua mata menoleh ke Kancil.Rubah tersenyum samar, seolah ingin berkata : lihat, aku lebih meyakinkan dari kamu.

Kancil berdiri. Ia tak banyak bicara. Hanya satu kalimat keluar dari mulutnya: “Yang Mulia, seekor ular bisa berganti kulit, tapi racunnya tetap sama.”

Suasana hening. Burung Hantu perlahan maju membawa gulungan daun berisi catatan lama, bukti kelicikan Rubah di masa lalu.

Dibacanya satu per satu di depan dewan satwa. Nama Rubah bergetar di udara seperti daun kering diterpa angin.

Raja Rimba menatapnya dengan kecewa. Ia baru sadar telah terperangkap dalam sandiwara panjang seorang yang pandai berpura-pura.

Rubah berusaha membela diri, tapi suaranya gemetar. Semua mata kini tahu: sang malaikat penolong ternyata dalang kekacauan.

Sejak hari itu, Rubah menghilang. “Itulah harga dari ambisi tanpa nurani.”

Sementara Kancil, dengan langkah tenang, kembali ke ladang dan bekerja seperti biasa.

Ia tahu kemenangan bukan soal jabatan, tapi soal hati yang tetap bersih meski dikelilingi lumpur politik.

Dan di puncak pohon, Burung Hantu berbisik pelan. “Hutan akan selalu punya Rubah baru. Tapi yakinlah kebenaran itu tak akan pernah benar-benar punah.”.[Red]

Catatan : Cerpen ini hanya Fiksi. Apabila ada Kesamaan tokoh dan alur cerita hanya kebetulan saja.

banner 350x350
Artikel ini telah dibaca 44 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Wakil Gubernur Aceh Buka Pekan Kebudayaan Aceh Barat 2025

12 Oktober 2025 - 14:15 WIB

Santri Yayasan Pendidikan Hafizh Cendekia Kunjungi Laboratorium Lapangan Peternakan USK

12 Oktober 2025 - 11:34 WIB

Cabut Rekomendasi IUP PT Laguna Jaya Tambang, Masady Manggeng Mengaku Salut Langkah Tegas Bupati Abdya

12 Oktober 2025 - 11:00 WIB

Gerakan Gampong Magrib Mengaji, Program Kerja 100 Hari Tanpa Aksi

12 Oktober 2025 - 08:45 WIB

Jeumpa 2025: Meningkatkan Kompetensi Apoteker dalam Asuhan Kefarmasian Penyakit Jantung

11 Oktober 2025 - 21:50 WIB

Presiden Dituntut Bentuk Tim Reformasi Jajaran Kehakiman

11 Oktober 2025 - 21:21 WIB

Trending di News