ASPIRATIF.ID — Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Al Washliyah (PW. GPA) Aceh Dr. Hifjir, secara tegas menyatakan dukungannya terhadap rencana kepemimpinan Mualem (Muzakir Manaf) untuk memprioritaskan legalisasi tambang rakyat di Aceh.
Menurutnya, legalisasi ini adalah kunci strategis untuk mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan fokus utama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh secara berdaulat.
Hifjir menekankan bahwa pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) Aceh, termasuk sektor pertambangan rakyat, harus dilakukan secara berkeadilan dan berkelanjutan.
“Manfaat dari kekayaan alam Aceh harus benar-benar dirasakan untuk kemajuan dan kesejahteraan seluruh rakyat Aceh,” ujar Dr. Hifjir dalam keterangannya, Rabu 2 Oktober 2025.
Tantangan Ekonomi dan Regulasi Tambang Rakyat
Mengacu pada data BPS, Dr. Hifjir menyoroti perlunya upaya ekstra oleh pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Mualem untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata nasional, yaitu 7%.
Data BPS menunjukkan pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun-tahun terakhir masih berada di bawah angka tersebut, seperti yang tercatat di kisaran 4,73% (data pertumbuhan ekonomi Aceh terkini).
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya mencegah pengangguran dan penciptaan lapangan kerja. Data BPS menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Aceh masih menjadi tantangan serius, meskipun terjadi fluktuasi penurunan atau peningkatan dalam beberapa periode terakhir (TPT Aceh tercatat sekitar 5,75% hingga 6,17% dalam rentang data terbaru).
“Tambang rakyat yang dilegalkan dan dikelola dengan baik, khususnya melalui koperasi tambang, akan menjadi solusi efektif untuk menyerap tenaga kerja lokal dan menekan angka pengangguran,” tambah Hifjir.
Koperasi tambang dinilai mampu memberikan kontrol sosial, memastikan praktik penambangan yang ramah lingkungan, dan mendistribusikan keuntungan secara merata kepada masyarakat.
Analisis Regulasi untuk Percepatan Operasional Tambang Rakyat
Dr. Hifjir juga memberikan analisis mendalam terkait regulasi yang harus segera diterbitkan oleh Pemerintah Aceh untuk mempercepat jalannya operasional tambang rakyat:
1. Pembentukan Qanun Khusus Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)
Pemerintah Aceh harus segera menerbitkan Qanun (Perda Provinsi Aceh) yang secara spesifik menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Penetapan WPR ini harus melalui proses identifikasi geologis yang valid dan melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif, sehingga lokasi tambang rakyat memiliki kepastian hukum dan teknis.
2. Mekanisme Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang Cepat dan Terjangkau
Diperlukan Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur prosedur perizinan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang cepat, transparan, dan terjangkau bagi kelompok masyarakat atau koperasi. Biaya perizinan dan persyaratan administrasi harus disederhanakan, sehingga tidak memberatkan para penambang rakyat yang selama ini bekerja secara ilegal.
3. Regulasi Koperasi Tambang dan Kesejahteraan
Mualem perlu mengeluarkan regulasi yang mewajibkan pengelolaan tambang rakyat melalui Koperasi Berbadan Hukum Aceh dan mendorong kemitraan yang adil dengan BUMG (Badan Usaha Milik Gampong/Desa). Regulasi ini harus mencakup standar keamanan, kesehatan, lingkungan kerja, serta alokasi persentase keuntungan yang wajib disalurkan untuk dana pemberdayaan masyarakat dan peningkatan fasilitas publik di sekitar lokasi tambang.
4. Penguatan Pengawasan dan
Pembinaan Teknis
Pemerintah Aceh harus menyiapkan kerangka regulasi yang fokus pada pembinaan teknis dan pengawasan lingkungan. Pembinaan ini penting untuk mentransfer teknologi penambangan yang aman dan minim dampak lingkungan, seperti penggunaan merkuri-bebas, serta memastikan rehabilitasi pasca-tambang dijalankan secara disiplin.
“Tanpa payung hukum yang kuat dan implementatif, cita-cita menjadikan tambang rakyat sebagai pilar kesejahteraan dan motor pertumbuhan ekonomi Aceh di atas 7% (rerata nasional) hanya akan menjadi wacana. Mualem harus berani mengambil langkah diskresi regulasi yang pro-rakyat,” tutup Dr. Hifjir.[]
