ASPIRATIF .ID — Proses revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006 yang sedang berlangsung di tingkat nasional mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan di Aceh. Salah satu suara yang mencuat adalah desakan agar amendemen UU tersebut tidak menyimpang dari semangat dan isi Perjanjian Helsinki (MoU Helsinki) 2005.
Sultan Razhi, Mahasiswa Program Studi Perbankan Syariah UIN Ar-Raniry Banda Aceh, menegaskan bahwa revisi UUPA harus menjadi momentum untuk mengembalikan roh perdamaian yang tertuang dalam MoU Helsinki.
“Kami mengapresiasi bahwa UUPA sedang direvisi, namun revisi ini harus menjadi momentum untuk mengembalikan roh dan semangat MoU Helsinki yang selama ini mulai tereduksi dalam praktik dan regulasi,” ucap Sultan Razhi.
MoU Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 diakui sebagai landasan utama perdamaian antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dokumen tersebut menjadi kerangka hukum, politik, dan moral dalam membangun masa depan Aceh yang damai dan bermartabat.
Namun, Sultan mengkritik bahwa dalam implementasinya, banyak poin krusial MoU Helsinki yang belum terakomodasi secara utuh dalam UUPA, bahkan kerap dipertentangkan dalam praktiknya.
Ia menyoroti beberapa isu kunci yang masih bermasalah, seperti kewenangan Pemerintah Aceh yang belum sepenuhnya otonom, polemik bendera dan himne sebagai simbol kultural, keberadaan partai politik lokal yang masih menghadapi kendala regulasi nasional, serta ketiadaan mekanisme pemantauan independen yang menyebabkan lemahnya akuntabilitas.
Sebagai representasi generasi muda Aceh, Sultan menegaskan bahwa kalangan mahasiswa dan masyarakat sipil akan mengawal ketat proses revisi ini. Ia menuntut agar proses dilakukan secara transparan, partisipatif, dan benar-benar melibatkan suara rakyat Aceh.
“Kami akan terus mengawal proses ini agar tidak menjadi langkah mundur dari perdamaian. Revisi UUPA bukan sekadar formalitas hukum, tapi bentuk pertanggungjawaban sejarah terhadap rakyat Aceh,” tegasnya.
Sultan juga mengingatkan bahwa revisi UUPA harus menjadi langkah strategis untuk menyempurnakan implementasi MoU Helsinki, bukan malah memperlemah posisi Aceh dalam kerangka NKRI.
Menurutnya, hasil revisi yang bertolak belakang dengan semangat MoU akan mencederai kepercayaan publik dan mengancam stabilitas perdamaian jangka panjang yang telah dibangun dengan pengorbanan besar.
“Kami menyerukan kepada DPR RI, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Aceh agar memastikan setiap pasal dalam revisi UUPA benar-benar mencerminkan isi dan semangat MoU Helsinki. Jangan khianati perdamaian yang sudah dibangun dengan pengorbanan besar,” tutup Sultan Razhi.[RM]
