Menu

Mode Gelap
 

News · 10 Jul 2025 16:06 WIB ·

Ketika Cinta Tersandung Etika: Fenomena Pra-Wedding Mesra di Tanah Syariat


 Ketika Cinta Tersandung Etika: Fenomena Pra-Wedding Mesra di Tanah Syariat Perbesar

Oleh: Abah Muhibbuttibri
Pimpinan Dayah Himmatul Amal & Anggota Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh

Aceh sebagai Serambi Mekkah sudah sejak lama dikenal dengan falsafah hidupnya yang luhur: adat ngon syara’ lagee zat ngon sifeut. Artinya, adat dan syariat di Aceh bukanlah dua hal yang bisa dipisahkan. Adat memperindah syariat, dan syariat meluruskan adat.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan fenomena yang mengkhawatirkan: semakin maraknya foto pra-wedding mesra di kalangan muda Aceh, bahkan di lokasi-lokasi ikonik Islam seperti masjid atau dayah.

Fenomena Pra-Wedding Mesra

Pra-wedding sejatinya merupakan tradisi modern, diadopsi dari budaya luar. Di Aceh, banyak pasangan muda mengenakan busana adat Aceh seperti linto baro dan dara baro kemudian difoto di rumah adat, taman kota, pesisir, bahkan di halaman masjid.

Sayangnya, banyak dari mereka lupa diri. Pakaian ketat dan terbuka, pose berpegangan tangan, berpelukan, bahkan saling mencium pipi terang-terangan menjadi pemandangan yang biasa di media sosial.

Padahal, saat foto pra-wedding diambil, mereka belum halal satu sama lain. Dalam syariat Islam, mereka masih dua insan asing. Khalwat, ikhtilat, membuka aurat, dan mempertontonkan kemesraan adalah perbuatan yang haram — terlebih dilakukan di tanah syariat.

Syariat Islam dan Fatwa MPU

Sebagai anggota MPU Aceh, izinkan saya mengingatkan kembali dasar-dasar hukum yang telah ditegaskan MPU Aceh, antara lain:

– ‌Fatwa MPU Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang Pergaulan Bebas menegaskan bahwa khalwat (berdua-duaan tanpa mahram), ikhtilat (bercampur baur dengan lawan jenis tanpa batasan syar’i), serta menyentuh lawan jenis yang bukan mahram hukumnya haram.

– ‌Tausiah MPU Aceh No. 8 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pergaulan Bebas mengingatkan generasi muda untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat yang mengundang kemurkaan Allah.

– ‌Fatwa MPU Aceh tentang Tradisi Tunangan dan Prosesi Pernikahan di Era Kontemporer, yang dikeluarkan dalam Sidang Paripurna VI Tahun 2024, menyatakan:

“Hukum foto pre-wedding (pengambilan foto bersama baik ikhtilat ataupun tidak sebelum akad nikah) adalah haram. Sedangkan hukum foto post-wedding (pengambilan foto bersama setelah akad nikah) adalah boleh (ibahah).”

Dalam rancangan fatwa yang terdiri dari 17 poin tersebut, MPU Aceh menegaskan bahwa tradisi dalam perkawinan yang bertentangan dengan hukum syariat Islam hukumnya haram. Prosesi akad nikah di masjid sendiri hukumnya sunnah, namun harus menjaga kesucian masjid.

Etika Adat Aceh

Adat Aceh sejak dahulu menjunjung tinggi etika malu (meuramin). Perempuan Aceh dikenal anggun dengan baju kurung longgar, kerudung lebar, dan gerak-gerik yang terjaga. Laki-laki Aceh yang mulia tidak menyentuh tangan perempuan yang belum halal baginya.

Pra-wedding dengan busana adat Aceh seharusnya menjadi sarana melestarikan budaya. Namun jika dilakukan dengan cara-cara yang melanggar syariat, maka itu mencoreng wajah adat Aceh sendiri.

Himbauan

Sejalan dengan keputusan Fatwa MPU Aceh Sidang Paripurna VI Tahun 2024, saya menyampaikan kembali himbauan resmi MPU Aceh:

– ‌Kepada para tokoh adat Aceh dan pihak terkait, diharapkan untuk mengembalikan tradisi tunangan dan prosesi pernikahan yang sesuai dengan syariat Islam dan adat Aceh.

– ‌Kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses pertunangan dan pernikahan, hendaknya menjaga dan menjunjung tinggi nilai-nilai syariat dan adat Aceh dalam setiap tahapannya.

– ‌Kepada para peserta proses pernikahan di masjid, agar selalu menjunjung tinggi kehormatan dan kesucian masjid, serta menjaga perilaku yang sesuai dengan adab Islami.

– ‌Kepada calon mempelai laki-laki, perempuan, dan seluruh peserta pernikahan, supaya menggunakan atribut pernikahan yang sesuai dengan syariat Islam dan adat Aceh.

Selain itu, saya mengajak:

– ‌Para pasangan muda: pilihlah konsep yang syar’i & santun. Jangan sampai gara-gara melakukan hal-hal di luar syar’i, ibadah yang seharusnya melekat pada setiap aktivitas munakahah justru berubah menjadi dosa yang mencederai langkah awal dalam membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

– ‌Keluarga & masyarakat: bimbing anak-anak kita untuk menjaga kehormatan keluarga, adat, dan agama dalam setiap langkah pernikahan.

Cinta sebelum pernikahan adalah anugerah. Namun, anugerah itu harus dijaga dengan etika, supaya tidak berubah menjadi dosa. Jangan biarkan cinta kita tersandung etika — apalagi di tanah yang penuh keberkahan ini.

Semoga generasi muda Aceh selalu diberi petunjuk untuk merangkai cinta dalam bingkai adat & syariat, sehingga rumah tangga yang mereka bangun kelak benar-benar menjadi sakinah, mawaddah wa rahmah.

“Adat ngon syara’ lagee zat ngon sifeut.”
(Adat dan syariat tak bisa dipisahkan bagaikan zat dan sifat.).[]

banner 350x350
Artikel ini telah dibaca 82 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Dari Limbah Jadi Berkah: USK Ubah Ampas Kelapa Sabang Jadi Tepung Bernilai Tinggi dengan Teknologi Tepat Guna

12 Oktober 2025 - 21:38 WIB

Tengkorak Manusia Ditemukan di Puskesmas Bukit Gadeng, Tim Inafis Polres Aceh Selatan Lakukan Olah TKP

12 Oktober 2025 - 20:53 WIB

Camat Kluet Selatan Gelar Sosialisasi Pilchiksung Serentak Tahun 2025

12 Oktober 2025 - 19:51 WIB

Wakil Gubernur Aceh Buka Pekan Kebudayaan Aceh Barat 2025

12 Oktober 2025 - 14:15 WIB

Santri Yayasan Pendidikan Hafizh Cendekia Kunjungi Laboratorium Lapangan Peternakan USK

12 Oktober 2025 - 11:34 WIB

Kancil, Rubah, dan Panggung Politik Hutan Raya

12 Oktober 2025 - 11:11 WIB

Trending di Cerpen