Menu

Mode Gelap
 

News · 2 Jul 2025 03:02 WIB ·

Jejak Darah di Terbangan: Kematian Letnan Satu Molenaar alias Kapiten Lhoknga dan Perlawanan Rakyat Aceh Selatan


 Jejak Darah di Terbangan: Kematian Letnan Satu Molenaar alias Kapiten Lhoknga dan Perlawanan Rakyat Aceh Selatan Perbesar

Oleh: Ayah Ilham

Pada tanggal 11 Agustus 1926, sebuah peristiwa berdarah mengguncang pasukan kolonial Belanda di wilayah Teureubangan, Bakongan, Aceh Selatan.

Letnan Satu Willem Anne Molenaar, seorang perwira muda dari Korps Marechaussee KNIL, tewas dalam sebuah penyergapan mendadak yang dilakukan oleh pejuang rakyat Aceh di kawasan yang kini dikenal sebagai Terbangan, tepatnya di sekitar lokasi yang kemudian menjadi Sekolah Rakyat (SR), kini Desa Ladang Tuha.

Masyarakat Aceh Selatan pada masa itu mengenalnya bukan hanya sebagai Letnan Molenaar, tetapi juga dengan julukan “Kapiten Lhoknga”, sebuah sebutan yang muncul karena rekam jejaknya yang sebelumnya pernah bertugas di wilayah Lhoknga, Aceh Besar. Nama ini melekat kuat di kalangan rakyat sebagai simbol kekejaman militer Belanda.

Aceh yang Tak Pernah Tunduk

Meski Pemerintah Kolonial Belanda telah secara resmi menyatakan berakhirnya Perang Aceh pada tahun 1912, kenyataan di lapangan berkata lain.

Bara perlawanan rakyat Aceh tetap menyala, membara dari ujung Lhokseumawe hingga pelosok Kluet, Di antara kantong-kantong gerilya yang paling gigih adalah wilayah Aceh Selatan, dengan hutan-hutannya yang lebat, lembah-lembah curam, dan pemukiman kecil seperti Teureubangan yang menjadi medan tempur rakyat melawan penjajahan.

Korps Marechausse unit elite Belanda yang terkenal brutal dalam operasi pembersihan gerilyawan diturunkan di wilayah ini dengan satu misi utama membungkam sisa-sisa perlawanan Aceh.

Letnan Molenaar alias Kapiten Lhoknga adalah salah satu perwira yang memimpin operasi-operasi militer di sekitar Bakongan.

Detik-Detik Terakhir Kapiten Lhoknga

Menurut catatan resmi militer Belanda, Molenaar sedang memimpin patroli bersenjata di sekitar Teureubangan pada pagi naas itu.

Mereka menyisir jalur hutan, mendekati pemukiman penduduk yang dicurigai sebagai basis persembunyian para pejuang.

Namun, di tengah rimbunnya pepohonan dan sunyinya pagi Aceh Selatan, pasukan kolonial tak menyadari bahwa mata-mata rakyat telah lama mengawasi setiap gerak mereka.

Gerakan perlawanan pada hari itu dipimpin langsung oleh Tgk. Muhammad, seorang ulama muda pejuang asal Bakongan, mereka mempunyai afiliasi dengan komando strategis Teuku Cut Ali dan Tgk. Banta Saidi, dua tokoh utama gerakan bawah tanah anti-kolonial di Pasie Raja dan Bakongan.

Dengan strategi penyergapan yang terencana rapi, kelompok pejuang rakyat melancarkan serangan kilat ditengah malam gelap gulita.

Dentuman senjata api bersahut-sahutan, diiringi teriakan takbir dan tebasan parang dari balik semak. Letnan Molenaar alias Kapiten Lhoknga tewas seketika di lokasi halaman bekas Sekolah Rakyat (SR) Desa Ladang Tuha.

Namun, perjuangan itu juga memakan korban dari pihak pejuang. Tiga orang syuhada dari pasukan Muslimin gugur di medan tempur, Tgk. Mahmud, pejuang muda dari Bakongan.

Lalu, Teuku Abdurrahman, saudagar yang juga menjadi pejuang rakyat dari Pasie Raja dan Abu Salim, warga setempat yang menjadi penghubung logistik dan penunjuk jalan bagi gerilyawan.

Ketiga syuhada dimakamkan secara sederhana, namun penuh kehormatan di sekitar lokasi pertempuran, disaksikan tangisan keluarga, masyarakat Terbangan dan doa-doa umat islam ketika itu.

Terbangan: Tanah Perlawanan

Teureubangan, atau yang kini dikenal sebagai Kemukiman Terbangan dalam wilayah Desa Ladang Tuha bukanlah nama yang asing dalam narasi perjuangan Aceh Selatan.

Daerah ini menjadi basis strategis bagi para gerilyawan yang menguasai medan, mahir dalam taktik hit and run, serta memahami seluk-beluk hutan seperti punggung tangan mereka sendiri.

Nama-nama pahlawan lokal yang berjuang di kawasan ini, meski tak selalu tercatat dalam arsip kolonial, tetap hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Pasie Raja, Bakongan, hingga Kluet.

Dari punggung Gunung Sampali, lembah-lembah di Alue Sapek Kluet Timur, hingga tepian muara Terbangan, darah para syuhada perjuangan Aceh Selatan telah membasahi tanah ini.

Warisan Sejarah yang Terlupakan

Hari ini, nama Letnan Satu Molenaar alias Kapiten Lhoknga memang terukir abadi di batu nisan marmer di Pemakaman Peutjoet Banda Aceh berderet rapi di antara serdadu kolonial lainnya.

Tapi nama-nama para pejuang Aceh yang gugur dalam sunyi, tanpa prasasti, tetap hidup dalam cerita lisan, dalam doa-doa di mushalla desa, dalam zikir panjang setelah shalat Maghrib, dan dalam napas perjuangan generasi muda yang mewarisi semangat mereka.

Peristiwa gugurnya Kapiten Lhoknga di Teureubangan adalah pengingat bagi generasi kini, bahwa setiap jengkal tanah Aceh Selatan menyimpan jejak darah perlawanan.

Terbangan bukan sekadar nama sebuah gampong di peta Aceh, melainkan simbol keteguhan rakyat kecil melawan arogansi kekuasaan imperialis.

Dan selayaknya perjuangan yang tak selesai dalam satu babak sejarah, tugas kita hari ini adalah merawat ingatan itu agar darah yang telah tumpah di Terbangan tak pernah sia-sia.[]

Catatan Redaksi:
Tulisan ini disusun berdasarkan penelusuran arsip sejarah, kesaksian lisan masyarakat Desa Ladang Tuha, serta dokumentasi tidak resmi dari keluarga pejuang. Penulis mengajak siapa pun yang memiliki data atau dokumen pendukung untuk melengkapi mozaik sejarah perjuangan Aceh Selatan ini.

Penulis Tgk. Ilham Misal, MA (Ayah Ilham), Merupakan Dosen STAI Tapaktuan, dan Warga Gampong Ujung Bate (Terbangan Cut), Kemukiman Terbangan, Kecamatan Pasie Raja, Aceh Selatan.

banner 350x350
Artikel ini telah dibaca 265 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Kopdes Merah Putih Wanprestasi : Dana Desa Jadi Jaminan Jika Gagal Bayar

4 Juli 2025 - 13:41 WIB

Bertemu Fraksi Gerindra DPR RI, Gubernur Aceh Minta Dukungan Revisi UUPA Hingga Pengelolaan Blang Padang

4 Juli 2025 - 12:36 WIB

Tuntut TPP, ATAS Temui Sekda Aceh dan Asisten II Setdaprov

4 Juli 2025 - 11:23 WIB

Kasus Korupsi 10 T PT CA Belum Ada Tersangka, Kajari Abdya : Terkendala SDM

4 Juli 2025 - 11:16 WIB

Harga Pupuk Diatas HET, Anggota DPRK Minta Pemerintah Daerah Bertindak Tegas

4 Juli 2025 - 07:08 WIB

Cairnya Berbagai Tunjangan untuk Guru, IGI Abdya Berikan Apresiasi kepada Pemkab

4 Juli 2025 - 04:16 WIB

Trending di Daerah