ASPIRATIF.ID – Di akhir semester pertama tahun 2025, geliat ekonomi belum menunjukkan pergerakan ke arah yang positif jika tidak mau dikatakan memburuk.
Menurut pantauan ASPIRATIF. ID di beberapa kabupaten/kota di Aceh, kondisi ini membuat pengusaha mulai kewalahan.
” Saya sebagai pedagang merasakan kondisi saat ini daya beli melemah dan pendapatan pun menurun,” kata Rizal, pedagang sembako kepada ASPIRATIF. ID Senin (2/6).
Hal yang sama juga dirasakan oleh pelaku usaha di Banda Aceh.
“Sampai saat ini mesin kita belum semuanya jalan,” ungkap Raja, salah pengusaha konveksi di Banda Aceh.
Pada tahun-tahun sebelumnya, menurut Raja usahanya pada pertengahan tahun sudah memproduksi ratusan, bahkan ribuan jenis baju, jersey, dan berbagai produk lainnya, namun pada tahun ini masih sepi.
“Tahun ini orderan dari vendor pemerintah belum ada, sepertinya APBA belum cair, atau bagaimana, saya kurang paham,” lanjut pengusaha yang miliki puluhan karyawan ini.
Hal yang sama juga dirasakan pedagang baju di Aceh Barat.
” Sepi bang, biasanya menjelang lebaran seperti ini orderan kita meningkat,” ucap Maryadi, salah satu pedagang baju di Meulaboh.
Situasi tidak jauh berbeda juga terjadi di Aceh Tengah, menurut keterangan pedagang di sana, geliat ekonomi tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
” tahun ini omset menurun bang,” ungkap Mudin, salah satu pedagang kelontong di Kawasan Takengon.
Untuk mengurai masalah ini, ASPIRATIF. ID meminta tanggapan Alja Yusnadi, Sekretaris Komisi II DPRK Aceh Selatan yang membidangi ekonomi dan keuangan.
Menurut Alja, ekonomi Aceh sangat tergantung pada kekuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik APBA maupun APBK.
Sehingga, jika terjadi keterlambatan dalam mencairan kegiatan yang bersumber dari APBD tersebut berpengaruh terhadap perputaran ekonomi daerah. Sebagaimana kita ketahui, sampai saat ini, kegiatan yang bersumber dari APBA dan APBK belum dimulai.
”Sependek pengetahun saya, anggaran daerah itu baru cair yang bersumber dari Dana Alokasi Umum, untuk gaji pegawai, sementara untuk kegiatan lainnya, belum,” ungkap politisi Partai Gerindra ini.
Masih menurut anggota DPRK dari daerah pemilihan IV Aceh Selatan ini, terhambatnya pelaksanaan APBA dan APBK ini mengurangi uang yang beredar di masyarakat dan menurunnya permintaan secara agregat terhadap komoditi tertentu, pada akhirnya akan menyebabkan deflasi.
Begitupun, Alja dalam penjelasannya merujuk kepada data yang dirilis oleh BPS, secara nasional pada bulan Mei ini mengalami deflasi yang disebabkan oleh melandainya harga beberapa sektor.
Untuk mensiasati hal tersebut, Alja mendorong Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota untuk segera melaksanakan pekerjaan yang bersumber dari anggaran daerah.
”Kaitan deflasi dengan anggaran daerah itu bisa dijelaskan begini, jika pekerjaan yang bersumber dari APBD itu terlambat, maka spending pemerintah juga akan terlambat, hal ini dapat mengurangi permintaan agregat dalam perekonomian, karena pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan kegiatan atau proyek sehingga mengurangi konsumsi dan investasi,” lanjut Sekretaris Partai Gerindra Kabupaten Aceh Selatan ini.
Lagi pula, menurut kandidat doctor Ilmu Ekonomi Pertanian IPB University ini, tidak ada alasan yang mendesak bagi pemerintah daerah untuk menunda terlalu lama pekerjaan yang bersumber dari APBA dan APBK
” Apa urgensinya menunda terlalu lama? Seharusnya urusan ini harus dikerjakan dalam 100 hari kerja, Instruksi presiden tentang efesiensi sudah keluar beberapa bulan yang lalu, saya kira pemerintah aceh dan pemerintah kabupaten/kota harus segera tancap gas, karena APBD ini multiflier effect nya besar, mempengaruhi perekonomian daerah, dan juga untuk menghindari penumpukan pekerjaan pada akhir tahun yang justru dapat menimbulkan inflasi,” tutup Alja Yusnadi.[]
